Paris, (ANTARA News) - Perdana Menteri Prancis Francois Fillon, Jumat, meminta pengadilan tinggi negara itu membantu pemerintah merancang peraturan yang melarang perempuan mengenakan pakaian penutup seluruh tubuh (burqa), kata kantor perdana menteri.
Tindakan pemerintah tersebut dilakukan tiga hari setelah laporan parlemen menyerukan larangan burqa dan cadar, dan menyatakan perempuan Muslimah yang sepenuhnya menutup kepala dan wajah mereka menimbulkan tantangan "yang tak dapat diterima" bagi nilai-nilai Prancis, sebagaimana dikutip dari AFP.
Fillon mengirim surat ke Dewan Negara, pengadilan administrasi tertinggi negara, guna memintanya "mempelajari solusi hukum yang memungkinkan kami mencapai larangan terhadap pemakaian penutup tubuh secara penuh, yang saya ingin seluas dan seefektif mungkin".
Ia meminta pengadilan "membantu pemerintah menemukan jawaban sah bagi keprihatinan yang disampaikan oleh anggota parlemen dan dengan cepat mengajukan rancangan mengenai masalah tersebut ke parlemen".
Dewan Negara akan mengajukan temuannya paling lambat akhir Maret.
Setelah enam bulan dengar pendapat, satu panel yang terdiri atas 32 anggota parlemen pekan ini menyarankan satu larangan mengenai menutup wajah di sekolah, rumah sakit, angkutan umum dan kantor pemerintah, tindakan paling luas untuk melarang pakaian Muslimah di Prancis.
Namun komisi itu tak sampai menyerukan pengesahan pelarangan burqa di jalan-jalan, pusat pertokoan atau tempat-umum lain setelah membahas keraguan apakah tindakan semacam itu sejalan dengan undang-undang dasar.
Prancis memiliki masyarakat minoritas Muslim tapi jarang ada pemandangan mengenai perempuan yang memakai penutup tubuh secara penuh.
Para pendukung larangan semacam itu berpendapat bahwa penutup diri secara penuh "didorong oleh kelompok radikal" di kalangan pemeluk Muslim Prancis, tapi pengkritik menyatakan pengenaan pakaian tersebut tetap sedikit dan memperingatkan larangan itu berisiko menodai enam juta orang Muslim di Prancis.(*)
Tindakan pemerintah tersebut dilakukan tiga hari setelah laporan parlemen menyerukan larangan burqa dan cadar, dan menyatakan perempuan Muslimah yang sepenuhnya menutup kepala dan wajah mereka menimbulkan tantangan "yang tak dapat diterima" bagi nilai-nilai Prancis, sebagaimana dikutip dari AFP.
Fillon mengirim surat ke Dewan Negara, pengadilan administrasi tertinggi negara, guna memintanya "mempelajari solusi hukum yang memungkinkan kami mencapai larangan terhadap pemakaian penutup tubuh secara penuh, yang saya ingin seluas dan seefektif mungkin".
Ia meminta pengadilan "membantu pemerintah menemukan jawaban sah bagi keprihatinan yang disampaikan oleh anggota parlemen dan dengan cepat mengajukan rancangan mengenai masalah tersebut ke parlemen".
Dewan Negara akan mengajukan temuannya paling lambat akhir Maret.
Setelah enam bulan dengar pendapat, satu panel yang terdiri atas 32 anggota parlemen pekan ini menyarankan satu larangan mengenai menutup wajah di sekolah, rumah sakit, angkutan umum dan kantor pemerintah, tindakan paling luas untuk melarang pakaian Muslimah di Prancis.
Namun komisi itu tak sampai menyerukan pengesahan pelarangan burqa di jalan-jalan, pusat pertokoan atau tempat-umum lain setelah membahas keraguan apakah tindakan semacam itu sejalan dengan undang-undang dasar.
Prancis memiliki masyarakat minoritas Muslim tapi jarang ada pemandangan mengenai perempuan yang memakai penutup tubuh secara penuh.
Para pendukung larangan semacam itu berpendapat bahwa penutup diri secara penuh "didorong oleh kelompok radikal" di kalangan pemeluk Muslim Prancis, tapi pengkritik menyatakan pengenaan pakaian tersebut tetap sedikit dan memperingatkan larangan itu berisiko menodai enam juta orang Muslim di Prancis.(*)
0 Comment:
Posting Komentar